"Take me with you and I'll be your best friend, forever!"
Lizzi terbangun dalam keadaan tubuh basah keringat. Tanpa
perlu menyeka mata, pandangan dia sudah mengawasi ke segala arah. Mencari-cari
sosok Grandpa bertongkat dan kedua bocah yang tidak
dia kenal. Ada yang aneh dengan dia. Ada yang aneh dengan boneka yang dia temukan. Dan bagaimana pula caranya dia bisa
tidur di loteng? Siapa yang memindahkan? Ginni? Gadis itu. Mimpi semalam terasa
nyata dalam ingatan Lizzi.
Sesaat setelah Lizzi berdiri, dia melihat segala ruangan
yang dapat tersapu mata bersih dan rapi tertata. Seakan ada kenangan dari masa
lalu rumah ini ditampakkan sekilas, namun segera terhapus saat Lizzi mengerjap.
Kesadarannya pulih, ketika dia mendengar suara lantai kayu berdenyit. Ada yang
tengah menitiki tangga. Air muka gadis itu berubah cemas. Kedua kaki dia sigap
melangkah, mencari tempat yang bisa menyembunyikan dia. Dan di bawah meja kecil di sudut ruangan kaki
Lizzi memilih untuk singgah.
Tepat, sebelum pintu benar-benar dibuka, Lizzi sudah
masuk ke bawah kolong meja kecil. Menutupi sisi depan meja dengan tong kayu
ringan bekas tempat sayur. Samar, Lizzi melihat sepasang sepatu tanpa hak yang
hampir tertutup rok coklat muda bermotif bunga matahari kecil. Tanpa harus
melihat mata pemilik sepatu, Lizzi tahu betul siapa yang mengenakannya.
Grandma.
“Granny..” Lizzi
menggeser tong kayu dan menatap Granny dengan perasaan
campur aduk. Tapi mata tua yang tengah dia atap tidak menandakan tanda-tanda
murka. Granny
ragu sejenak namun
akhirnya menghela napas lega. Rupanya di sini cucu kesayangannya bersembunyi.
Granny berjalan
menghampiri Lizzi, membantu gadis itu keluar dari kolong meja. “Sudah kuduga
ada orang di sini. Granny mencarimu ke
mana-mana. Sepagi ini kau sudah meninggalkan kamarmu.” Granny membersihkan pakaian Lizzi sambil bertanya. “Apa
yang kau lakukan di sini?”
Lizzi terkejut. Mata gadis itu mencari-cari, kentara
sekali mau
berbohong. “I…. I wa… I wanna took my dress.” Finally, untung dia melihat koper coklat
yang tergeletak di dekat pintu. Dan bagaimana pula koper itu ada di sana?
Seingatnya, terakhir kali koper itu dia letakkan
di tengah ruangan. Damn! What’s wrong with her?!
Granny menoleh, matanya menatap ke arah koper kemudian
berbalik menatap Lizzi kembali. “Kau mau membawa koper sebesar itu seorang
diri?” Lizzi membuka mulut namun segera
menutupnya kembali. What’s this? What a
lucky girl! Granny mengira Lizzi yang memindahkan kopernya. Membuat jawaban
Lizzi semakin masuk akal. Apakah ada yang merencanakan ini? Gadis itu hanya
mengangkat alis. Granny
tidak perlu jawaban
langsung dari mulutnya. Koper itu sudah jelas menjadi jawaban pertanyaan Granny. “Grandma bantu kau memindahkannya. Atau kau ingin mengambil
salah satunya saja?”
Mengambil baju adalah alasan emas untuk bisa kembali ke
loteng. Lizzi masih harus mencari tahu, siapa dua gadis yang datang padanya
semalam. “Aku rasa aku akan mengambil satu saja. Biarkan kopernya Dad yang memindahkan, kalau dia sudah
tidak sibuk.”
“Baiklah, Grandma bantu mengambilkannya untukmu. Tapi
lain kali jangan coba-coba membawanya seorang diri. Kau tidak lihat badanmu
sekurus ini?”
Lizzi
hanya mengangguk, mengikuti Grandma berjalan menuju koper. Mengembalikan koper
itu ke tengah ruangan sebelum mengambil baju. Saat Lizzi menutup koper itu,
mendadak dia terperanjat hingga terdorong ke belakang. “Oh my God! Grandma…..”
Grandma
ikut terlonjat, mengikuti pandangan Lizzi, tapi tak menemukan apapun. “Apa yang
kau lihat?” Lizzi melotot, napasnya tersengal, dadanya berdegup hebat. Ginni! Lizzi
berhadapan langsung dengan wajah gadis itu yang berlumuran darah. “Ada apa
denganmu?”
Lizzi
tidak bisa menjawab. sambil mengatur napas, dia hanya menggeleng sambil berkata
lirih. “Nothing…”
“Kau
aneh sekali pagi ini, honey. Jangan
tunjukkan itu di hadapan Mom. Kau akan menyesal kalau kau melakukannya.
Mengerti?” Lizzi diam saja. Matanya masih memandang lekat di tempat Ginni
memperlihatkan dirinya barusan. “Lizzi! Do
you hear me?”
Lizzi
menggeleng lemas. “What did you say,
Grandma?”
“Oh
my… you. Forget it. You need to go to take a bath, right now.”
Lizzi menghela napas sebelum mengangguk.
Dia meraih uluran tangan Grandma. Menuruti
perempuan tua itu untuk segera turun. Tapi, lagi-lagi Lizzi menoleh. Gini memang
menghilang dari pandangan. Hanya saja, boneka itu. Boneka yang dibawa Jenni,
boneka gemuk yang menyerupai Ginni tergeletak di sana. Di atas kardus berdebu.
Kali ini Lizzi tidak salah lagi, boneka bermata toska itu terseyum menatap
Lizzi. Sungguh, ada yang tidak beres di rumah ini.
Bersambung...
Before (Part #3) https://rahmymadina.blogspot.co.id/2017/05/that-doll-cerbung-part-3.html
No comments:
Post a Comment