Sunday, July 30, 2017

Diam


Dinding dan kenang
Yang sama-sama mengkristal terdiam

Monday, July 24, 2017

Diandra - Kita Mulai dari Awal


12 Februari 2014

Matahari seolah tak menyisakan dingin. Terbabat habis sisakan kering. Tapi aku tetap memesan kopi, panas. Sama seperti matahari siang ini, aku tak ingin sedikit saja kedinginan. Panas biar bertambah panas. Bening cukup tidak tahu diri untuk ikut ke rumah sakit guna riset data. Ini kepentinganku. Dan sejak aku seumur kencur, tak pernah ada satu orang pun yang ikut! Aku selalu seorang diri, kecuali benar aku yang meminta.

“Cuma rumah sakit, dan kamu nggak ngebolehin aku ikut?! Keterlaluan! Aku pacarmu, Diandra.”

“Pacar, bukan bodyguard. Bedakan!”

Friday, July 14, 2017

Biru



2 Februari 2016

Langit masih gemeluduk. Jogja tak menyisakan kering sedikit saja. Rata basah dan dingin. Jalanan depan penginapan sepi, tak ada lalu lalang. Paling satu kali tukang siomay hokie atau orang berpayung sambil menenteng bungkusan. Lapar memang, tapi tak masalah. Ada persediaan roti, keju, dan saus pasta di dalam kulkas. Selama Biru di sini, mau hujan selama apapun, aku tenang.

"Kenapa aku tidak bertemu kamu saja langsung. Kenapa harus lewat Bening."

Thursday, July 13, 2017

Mengantarkan Jawaban


Diandra, Biru, dan Bening akan kami suguhkan dalam bentuk potongan-potongan kisah (seperti cerpen) tapi bersambung. Semoga bisa diterima sebagai karya. Selamat membaca. 


12, Januari 2014


Aku tahu siapa orang yang melempar penghapus ke arahku dan senyumku lantas mengembang. Masih berlanjut, rupanya.

Ini hujan yang entah keberapa di bulan Januari. Menyisakan lembap dan sedikit kenangan hangat. Bening mengernyit, menghampiriku sambil menyodorkan deret pertanyaan yang sungguh, tidak aku suka. Sudah seminggu ini dia getol sekali memintaku menjadi kekasihnya sementara hatiku, hambar.

Perjalanan Impian (penggalan-penggalan cerita)


Diandra, Biru, dan Bening adalah tokoh yang aku ciptakan entah sejak kapan. Lama sekali mereka nangkring dan aku serasa mengenal betul mereka. Beberapa komentar dan pertanyaan kerap nangkring dan mendarat di kotak pesan, siapa mereka? Kisahku kah? Bukan. Kali pertama menciptakan mereka sebenarnya iseng saja. Kok lantas mewujud pada ceritaku sendiri sampai akhirnya aku bertemu dengan Biru, sungguh ini bukan aku sengaja

Akhirnya terpikirkan untuk membuat penggalan-penggalan kisah mereka yang sudah terangkai dalam otakku. Membawa kalian ke cerita mereka bertiga yang apa adanya dan ini, fiksi belaka. 😄

Selamat membaca ❤


-------------------------------
Bagian pertama
Perjalanan Impian
(Memulai segala tentangmu, Biru)


Pagi tak pernah menyisakan cerita yang sama. Bukankah setiap malam kita selalu bicara dan hampir tak pernah lupa menangis?

Ini hari ke 700 aku dan Bening berpisah. Dua tahun mestinya sudah mengubur segala rasa. Tapi ucapan selamat pagi masih tergantung di bibirnya bersama dengan pengharapan akan rasa yang berbalas. Sudah kujelaskan, rasa itu tuntas kubayar perpisahan. Ternyata meninggalkan selega ini. Untuk seseorang yang keberadaannya begitu mengganggu, membuat otak rasanya menimbun argumen kasar yang berjubal, dan mesti terungkap. Ternyata pergi selega ini. 

Dua tahun mestinya waktu yang pas untuk menyelesaikan semua. Bening bukan laki-laki yang baik, untuk aku. Aku menyudahinya, dan ini hariku.

Semua berawal dari perjalanan pertamaku di Solo dan mirrorless yang tergantung pada leherku yang telanjang.

“Solo itu eksotis, kamu harus Cobain pakai kain batik harga emperan.”
Aku terdecak. “Aku baru putus.”
“Bagus!” 
Tepat, itu jawaban yang paling aku inginkan. Tak ada ucapan maaf menggelantung tak benar-benar terucapkan atau wajah melow yang sebenernya, ah nggak perlu.
“Jadi?”
“Jadi, Diandra. Aku ingin mengajarkan kamu cara paling tepat mengeja kata bebas.”

Aku terkekeh dan menepuk lengan Biru sambil sekuat tenaga menyisakan bahagia yang masih saja melingkar-lingkar di dada. Pertemuan ini adalah rencana yang sudah aku impi-impikan.