Thursday, July 13, 2017

Mengantarkan Jawaban


Diandra, Biru, dan Bening akan kami suguhkan dalam bentuk potongan-potongan kisah (seperti cerpen) tapi bersambung. Semoga bisa diterima sebagai karya. Selamat membaca. 


12, Januari 2014


Aku tahu siapa orang yang melempar penghapus ke arahku dan senyumku lantas mengembang. Masih berlanjut, rupanya.

Ini hujan yang entah keberapa di bulan Januari. Menyisakan lembap dan sedikit kenangan hangat. Bening mengernyit, menghampiriku sambil menyodorkan deret pertanyaan yang sungguh, tidak aku suka. Sudah seminggu ini dia getol sekali memintaku menjadi kekasihnya sementara hatiku, hambar.


"Kenapa harus menolak? Be mine!"

Aku membesengut. Membuang muka sambil merapikan alat tulis. "Apa jaminanmu?"

"Aku sendiri. Please. Belum kutemukan perempuan se-entah. Kamu tidak terdefinisikan. Jadi milikku, ya?"

"No!" Aku bangkit dari kursi dan berniat menerobos hujan ketimbang mengurusi kucing yang satu ini. 

"Bahkan aku tak lupa kalau ini hari ulang tahunmu."

Aku lantas menoleh. Lelaki itu! Keparat. Penguntit tak tahu malu. Sudah puluhan kali aku menjawab tidak. "Kenapa aku?"

"Kamu punya berapa hari untuk mendengarkan alasan kenapa aku mencintaimu?"

"Aku punya banyak hari, tapi untuk mendengar semua omong kosongmu, maaf aku tidak berminat. Masih banyak tulisan yang harus aku selesaikan. So, back off!"

Bening diam tapi tersenyum licik. "Makin kamu menghindar, aku makin punya celah untuk masuk ke hatimu. Kamu belum punya pacar kan?"

"Belum. Tapi pesan terakhir yang aku dapat adalah panggilan sayang dari pemilik ArtGallry di Solo, 5 menit yang lalu. Dan itu artinya, kesempatan buatmu hanya 5 persen."

"Dia bukan tipemu."

"Aku mau pulang!" Sergahku sambil berbalik. Bening benar. Makin dia mendesak, makin aku berlari, makin banyak celah bagi dia untuk masuk. Sekarang saja, ada nama dia nangkring di otakku ketimbang si pemilik ArtGallery.

"Diandra Diandika!" Aku menoleh. Menatap lelaki di dalam ruangan yang masih tersenyum memandangku. "Selamat ulang tahun."

-------------------------------------------------

31 Januari 2016

"Habiskan makananmu, setelah ini aku antar kamu kembali ke penginapan."

"Kamu ikut, kan?"

Biru memandangku. Jalanan masih ramai. Jogja bukan kota mati. Setelah segarian penuh menjelajah Solo, akhirnya kereta terakhir berhasil mengantar kami ke kota impian ini.

"Kenapa kamu getol sekali berangkat ke Jogja."

"Rumah sudah membosankan."

"Wow! Spektakuler sekali alasan untuk seorang pengangguran macam kamu."

"Aku bukan pengangguran. Aku freelancer. Lagi pula, di dunia ini kamu hanya satu. Perlu aku perjuangkan."

Biru terkekeh. "Ini jawaban dari ungkapan rasaku tahun lalu."

"Jangan berlebihan masih 3 bulan."

"Tiga bulan waktu yang lama sampai kamu menjawab, ya."

Aku menatap Biru. Berdiri dari kursi kemudian mengecup singkat pipi putih miliknya yang seketika merona. " Aku tidak mempertimbangkan. Aku mengumpulkan dana sampai cukup untuk menjawab semua ungkapanmu, secara langsung."

Biru sontak tersenyum. Bahagia bukan main. "Harusnya kamu bilang. Biar aku siapkan makan malam yang jauh lebih indah daripada nasi kucingan, Diandra!"

Aku terkekeh kemudian menyeruput habis susu yang tinggal setengah gelas.

"Seperti baru kemarin, kedatanganmu ke Solo satu tahun lalu dan kamu bilang kamu baru putus."

"Ya. Lega sekali bisa meninggalkan dan memutus kontek dengan Bening. Dua tahun adalah masa sulit bagi dia melupakan aku yang jelas idamannya."

"Idamanku juga." Biru menatapku sambil tersenyum malu. 

Aku suka mata Biru, yang jujur seperti semua ucapannya. Lelaki ini tak pernah bisa berbohong.
"Bagaimana caranya kamu bisa putus kontek?"
"Aku blokir semua akunnya. Dan tugasmu sekarang adalah menghafal semua akunku agar --siapa tahu dia datang lagi, kamu bisa emmm take care of me."

"Jelas. Harus. Dan tugasku hari ini adalah, ayok berdiri putri kecilku." Aku menurut dan menggenggam tangan Biru. "Memberikan momen paling istimewa untuk hari terakhir Januarimu tahun ini. Selamat ulang tahun, Sayangku. Aku bahagia, Januarimu tahun ini indah." Ucap Biru sembari menyodorkan coklat Van Houten kesukaanku. 

"Waw!"

"Aku tahu kamu nggak suka bunga."

******


Baca kisah DBB sebelumnya di

No comments:

Post a Comment