Monday, July 24, 2017

Diandra - Kita Mulai dari Awal


12 Februari 2014

Matahari seolah tak menyisakan dingin. Terbabat habis sisakan kering. Tapi aku tetap memesan kopi, panas. Sama seperti matahari siang ini, aku tak ingin sedikit saja kedinginan. Panas biar bertambah panas. Bening cukup tidak tahu diri untuk ikut ke rumah sakit guna riset data. Ini kepentinganku. Dan sejak aku seumur kencur, tak pernah ada satu orang pun yang ikut! Aku selalu seorang diri, kecuali benar aku yang meminta.

“Cuma rumah sakit, dan kamu nggak ngebolehin aku ikut?! Keterlaluan! Aku pacarmu, Diandra.”

“Pacar, bukan bodyguard. Bedakan!”


Lelaki itu geram, aku tahu. Meski tidak benar-benar mencintai dia. Atau tunggu aku ralat. Sebenarnya ada cinta, hanya saja seolah terkunci tak ingin benar-benar aku berikan. Aku tidak suka tipe lelaki yang – apa bisa kunamakan dia, riwil! Dia terlalu noisy. Dan aku bukan terlalu serius, tapi tidak suka seolah dikuntit. Dan lagi, dia tidak benar-benar mendukung rutinitas dan hobiku.

“Okay, sebenarnya apa tujuanmu ke rumah sakit.”

“Riset.”

“Buat apa? Kamu kan anak sastra.”

“Itu sebabnya aku butuh riset.”

“Riset sastra bukan di rumah sakit.”

“Mungkin karena otakku sakit.”

“Diandra!”

Aku menjatuhkan sendok kopi yang berat dan mengkilat ke dalam muk, membuat cairan hitam kental itu menggelombang dan terciprat keluar sedikit, menimbulkan denting yang cukup keras tertangkap telinga kami. “Bening, aku skrip writer, dan riset sangat aku butuhkan, dan. Harusnya kamu paham itu.”

“Kenapa aku nggak boleh ikut?” Bening mendelik. Dengan balutan kaos warna merah, dia cocok benar jadi tokoh antagonis.

Aku mendengus dan tersenyum tipis. Mencoba kembali tenang. Tak ada yang boleh merusak moodku hari ini. “Kalau kita mau ke rumah sakit, pertanyaan macam apa yang ingin kamu tanyakan ke aku?”

“Kita ke ruang mana dulu.”

“No!” sergahku cepat. “Aku kenal kamu, Bening. Dan itu pertanyaan yang bukan kamu banget.”

“Aku yang paling mengenal aku, Diandra?”

“Memangnya harus sampai ke rumah sakit? Ini buat apa sih? Kapan kita pulang? Harus sedetail itu ya? Kan bisa cari di internet atau buku. Pulang yuk!” ucapku cepat. “Itu kamu, Bening. Barangkali aku nggak pernah bilang kata macam I love you. Tapi sekarang kamu tahu, aku membacamu lebih banyak dari pada sebaliknya. Udah jam sebelas, aku harus berangkat. Sendiri.”

Bening diam dan masih murka. Menatap aku yang pejalan masuk ke kedai dan membayar kopiku juga sodanya.

“Sudah kubayar. Tenang saja.” Celetukku sambil berlalu. Bukan aku jahat, aku cuma nggak suka dijahati!

***
11 April 2016

“Jogja, lagi!” ucapku sambil cengar-cengir menikmati milkshake. “So, kali ini aku bisa lebih santai karena aku udah bilang ke orang rumah. Aku mau nulis tentang Jogja. Duitnya, jelas aku udah kumpulin sendiri.” Aku mengeluarkan tiga buah koran dan menyodorkan ke Biru. “Satu juta setengah cukupkan buat setengah bulan di jogja. Biaya Resort dan Transport kan ikut kamu.” Sambungku makin cekikikan.

Biru meneguk air mineral langsung dari botol, tanpa menuang ke gelas padahal dia udah memesan es. Tanpa lebih dulu meletakkan botol itu dia mengerutkan kening dan antusias merespon. “Weh! Satu bulan setengah dan tiga kali muat. Hebat juga kamu. Selamat ya, Sayang. Terus terus?”

Aku jelas kegirangan. Satu kecupan yang benar aku rindukan. “Ya, aku bakal di jogja lebih lama. Aku butuh riset.”

“Seriusan mau nulis soal Jogja nggak sih? Atau Cuma buat ketemu aku?”

“Buat ketemu kamu sih sebenarnya. Ada yang perlu aku tagih!”

“Apa?”

“Nikah!”

Biru terkekeh. Dia meletakkan botol air mineral dan membuka koran di tumpukkan paling atas. “Luka dan Jerami. Hmmm boleh juga judulnya.” Ucap dia tanpa kuberikan tanggapan dan dia mengerti. Mataku masih lekat menatap pada dia yang kembali terkekeh. “Emangnya udah siap? Nulis dulu, baru nikah.”

“Itu syaratnya?”

Biru mesam-mesem sambil tak mengalihkan pandangan dari tulisanku. “Ya, itu.”

“Okay, kalau gitu aku beneran mau nulis tentang jogja!”

Laki-laki manis itu terkekeh. “Mau riset kapan? Butuh ditemenin?”

“Selesaiin dulu baca karyaku. Nanti aku putuskan aku butuh temen atau enggak.”

“Ok princess. I’m ready!”

No comments:

Post a Comment