Friday, May 8, 2020

#7 Asih 🌻


Dua gadis Asih di dalam rumah kebingungan melihat dia. Nyaris setiap hari sang Ibu duduk sembari menenteng buku. Tak seperti biasanya.
Kanvas, kuas, palet, cat air, nyari tak tersentuh.
.
Asih tidak pernah berasa tua dalam berkarya. Lalu kenapa dia berhenti? Apa iya gara-gara pandemi? Bukankah seharusnya justru makin banyak pula inspirasi yang masuk ke dalam pikiran dan hati?
.
Dua gadis itu agak cemas.
Sambil menata meja makan, mata mereka sesekali mencoba mencuri pandangan ibunya, dari kata-kata. Tapi tak pernah berhasil. Asih tetap khusyuk sekali membaca.
.
"Bu, nggak ngelukis?"
"Belum nih." Jawab Asih masih sambil membaca.
.
Perempuan berkepala lima itu masih lincah. Hobinya pun masih lebih nyentrik dibanding kedua anaknya. Traveling, kulineran, nonton pertunjukan sampai pagi. Bukan malam lagi. Tapi pagi.
.
Segala rutinitas itu memang terpaksa terhenti dan membuat Asih mesti berdiam diri.
.
Memang, saatnya makan Asih akan duduk bersama kedua anaknya. Ngobrol asyik dan melahap hidangan dengan selera seperti biasanya. Hanya saja, aneh tak melihat Asih melukis.
.
"Kenapa Ibu tidak melukis?"
Asih akhirnya meletakkan buku. "Ibu melukis untuk dilihat. Tapi dengan keadaan begini, siapa yang mau tandang ke galeri. Jadi ibu jalan jalan aja. Lewat pikiran dan perasaan."
.
Hmmm anaknya tersenyum. Dan Asih melanjutkan. "Kalian mulai bosan ya, liat ibu baca?"
.
"Enggak. Tapi bukan seperti ibu saja kalau nggak melukis. Ayok kita ngelukis bareng. Aku tau cara biar seluruh dunia melihat lukisan ibu."
"Caranya?"
"Udah ngelukis dulu aja."
Asih menurut sambil tersenyum bahagia.

No comments:

Post a Comment