Diandra, Biru, dan Bening adalah tokoh yang aku ciptakan entah sejak kapan. Lama sekali mereka nangkring dan aku serasa mengenal betul mereka. Beberapa komentar dan pertanyaan kerap nangkring dan mendarat di kotak pesan, siapa mereka? Kisahku kah? Bukan. Kali pertama menciptakan mereka sebenarnya iseng saja. Kok lantas mewujud pada ceritaku sendiri sampai akhirnya aku bertemu dengan Biru, sungguh ini bukan aku sengaja.
Akhirnya terpikirkan untuk membuat penggalan-penggalan kisah mereka yang sudah terangkai dalam otakku. Membawa kalian ke cerita mereka bertiga yang apa adanya dan ini, fiksi belaka. π
Selamat membaca ❤
-------------------------------
Bagian pertama
Perjalanan Impian
(Memulai segala tentangmu, Biru)
Pagi tak pernah menyisakan cerita yang sama. Bukankah setiap malam kita selalu bicara dan hampir tak pernah lupa menangis?
Ini hari ke 700 aku dan Bening berpisah. Dua tahun mestinya sudah mengubur segala rasa. Tapi ucapan selamat pagi masih tergantung di bibirnya bersama dengan pengharapan akan rasa yang berbalas. Sudah kujelaskan, rasa itu tuntas kubayar perpisahan. Ternyata meninggalkan selega ini. Untuk seseorang yang keberadaannya begitu mengganggu, membuat otak rasanya menimbun argumen kasar yang berjubal, dan mesti terungkap. Ternyata pergi selega ini.
Dua tahun mestinya waktu yang pas untuk menyelesaikan semua. Bening bukan laki-laki yang baik, untuk aku. Aku menyudahinya, dan ini hariku.
Semua berawal dari perjalanan pertamaku di Solo dan mirrorless yang tergantung pada leherku yang telanjang.
“Solo itu eksotis, kamu harus Cobain pakai kain batik harga emperan.”
Aku terdecak. “Aku baru putus.”
“Bagus!”
Tepat, itu jawaban yang paling aku inginkan. Tak ada ucapan maaf menggelantung tak benar-benar terucapkan atau wajah melow yang sebenernya, ah nggak perlu.
“Jadi?”
“Jadi, Diandra. Aku ingin mengajarkan kamu cara paling tepat mengeja kata bebas.”
Aku terkekeh dan menepuk lengan Biru sambil sekuat tenaga menyisakan bahagia yang masih saja melingkar-lingkar di dada. Pertemuan ini adalah rencana yang sudah aku impi-impikan.