Tinggal
6.4.18
Tapi memesona.
Menatapku seolah aku adalah kalimat terakhir dari sebuah buku yang dia suka.
Lalu usai menemukan kalimat itu, dia menangis sambil sedikit berjingkat dan berkata, "sudah kuduga."
Dia membersamaiku dua jam ini seolah menemukan remah cokelat dengan rasa ternikmat, dan dia ingin membeli yang utuh, memakannya seorang diri di pojok ruangan ini.
"Kalau aku bisa jatuh cinta untuk kedua kalinya, mungkin kamu orangnya.
Yang bisa membuatku terjatuh berulang kali, tanpa peduli ada cinta atau tiada.
Tapi aku sudah bersuami.
Aku tak bisa.
Silakan kau buat aku jatuh, tapi aku tak mau mencinta."
Dia tersenyum, seolah kalimatku bukan halangan. Bukan hambatan.
"Cintai aku, sekali saja. Aku akan membuatmu, tidak mencintaiku, tapi kamu akan mengingatku seumur hidupmu, sekalipun tiap malam kau bercengkerama bersama suamimu. Aku belum pernah menemukan wanita, yang paling wanita selain kamu."
Gila.
Satu detik itu aku tak bisa menyembunyikan senyum bahagia.
Aku menutup buku dan berdiri.
Tanpa kuberikan cinta pun, dia sudah melakukannya.
Membekukan kenangan, mengumpulkan serpihan pengharapan, mengoyak perasaan ingin bertahan.
"Dua jam sudah terlalu lama untuk sekadar bicara. Artikelmu akan kumuat besok pagi. Jangan lupa beli koran, dan mandi."
Tidak seperti lelaki lain yang mengejar, dia tetap diam.
Membiarkanku melenggang keluar sambil menengadah penuh harap.
Dalam hati aku hanya bergumam.
Tahan aku,
Aku ingin tinggal.
Lebih lama lagi.
No comments:
Post a Comment