Saturday, May 20, 2017

Kelas Menulis #7 (Menulis itu Serangkaian Kegiatan Membaca)



Haii haii haii
Selamat malam Mingguuuu ^0^

Kelas lagi yuuuukkk
Kali ini aku mau bahas soal menulis dan membaca? 
Siapa sih sebenarnya mereka? Kok aku bahas terus nggak ada habisnya. Berasa super model aja. Loh, lebih daripada itu! 

Yuk, kenalin sama dua hal paling asyik di dunia ini. haha :D

Menulis itu bukan hanya soal menggores tinta di atas kertas. Menulis itu bukan soal menuangkan kalimat demi kalimat, memolesnya jadi cantik kemudian melabeli tulisan itu ke dalam salah satu jenis karya sastra. Lebih daripada itu, menulis harus dilandasi dengan dasar kesadaran mengapa kita menulis.

Salah seorang dosen yang merangkap jadi teman ngobrol dan teman diskusi pernah bilang ini, menulis itu mengemban tugas kenabian. Karena kita sebagai penulis menyampaikan kalam yang kita dapat dari semesta ini. Maka memutuskan untuk menjadi penulis adalah keputusan yang besar tanggung jawabnya. Segala macam kebutuhan pembaca, imajinasi mereka, tindak laku mereka bisa mengikuti dari apa yang kita tulis?


Pernahkah kita benar-benar memikirkan itu?
Kenali dulu diri kita sendiri, untuk apa dan untuk siapa kita menulis. Ya betul banget ungkapan macam itu. Aku sepenuhnya setuju.

Dulu, Almarhum Pak Karta (guru nulisku) pernah bilang begini. Sebuah karya itu lahir dari orang luar biasa yang bisa mengartikan hidup. Membaca pun mengeja kehidupan. Lingkungan yang klasik, urusan duniawi dengan segala macam tetek bengeknya tak akan sedikit saja habis termakan usia. Tidak semua orang diberikan karunia bisa menangkap, terlebih meramu itu. Menjadikannya sebuah cerita. Maka penulis punya amanah yang harus mereka sadari betul. Mereka mengemban “firman” yang tergelar untuk mereka sampaikan. Pikirkan betul sebelum menulis, kelak huruf-huruf itu akan meminta pertanggung jawaban kepada kamu di akhirat.

Ya. Ucapan dia bahkan seperti tulisan yang terpahat di pikiranku. Sekarang aku membayangkan, huruf-huruf yang pernah beliau tulis tengah memeluk beliau mesra di sana.

Jadi, bagaimana cara kita sebagai penulis bisa menulis dengan baik. Begini,
Dari beberapa masukan, nasihat, pelajaran, diskusi yang aku lakukan dengan orang-orang yang menurutku luar biasa, aku mendapatkan banyak hal yang harus aku berikan pula kepada kalian.

Sebagai penulis, kita harus bisa, menuntut diri sendiri untuk bisa merasakan apa yang orang lain rasakan.

Misal, seberat apa sih mengayuh beca dari simpang lima ke tugu muda dalam keadaan panas, gimana rasa senengnya seseorang waktu dapet juara, sesakit apa sih kaki yang kena jeruji sepeda, senikmat apa meneguk kopi buatan barista favorit kita, gimana capeknya beresin pekerjaan rumah dari mulai nyapu sampek nyuci dan nyetrika pakaian, dan segala macam hal lain, dari yang terkecil seperti proses jatuhnya daun ke tanah (karena macem-macem daun punya kapasitas berat, bentuk, gerak yang beda-beda jadi cara jatuhnya pun pasti beda), sampai yang terbesar seperti beratnya beban orang tua yang anaknya dikeluarkan dari sekolah gara-gara urusan narkoba. Semua ini nyata ada di dunia kita dan kita perlu tahu itu.

Lantas setelah tahu, apa. Setelah tahu ada hal seperti itu, yang perlu kita lakukan adalah membaca mereka semua. Masing-masing orang punya penyikapan yang berbeda-beda. Ada yang sabar, ada yang senang, ada yang tenang-tenang aja, santai, menikmati betul proses, ngeluh, marah sampek ngamuk-ngamuk, ngambek, pelajari mereka betul-betul. Itu aset bagi penulis. Kalau ada orang yang harus bisa lebih tahu dari siapa pun, penulis salah satunya.

Membaca, bukan sekadar kegiatan menghabiskan berlembar-lembar kertas yang sudah tersusun rapi. Lebih daripada itu, membaca juga proses mengamati sekitar. Kalam Allah lebih harus bisa kita baca. Luangkan waktu untuk saling mengerti kenapa dan bagaimana isi dunia ini bisa terus berjalan. Karena kita nggak bisa melakukan semua kegiatan yang orang lain lakukan secara langsung. Maka cara memperoleh data  ya dengan membaca mereka. Dunia ini butuh kita baca.

Lakukan itu setiap saat, setiap hari, asah naluri dan kepekaan kita. Kenali setiap orang. Jangan sampai berhenti membaca, sebenci apapun kita pada orang itu. Mereka itu ibarat buku yang bisa di-edit. Maka tugas kita adalah punya kesediaan terus membaca dan jadilah kita penulis yang arif.

Kalau secara tidak langsung, sadar-ngga sadar kita sudah bisa merasakan itu, tuangkan ke dalam tulisan. Sebenarnya kita tidak perlu mencari sampai merenung di dalam kamar berhari-hari, jongkok di kamar mandi berjam-jam, minum kopi bergelas-gelas buat nemuide. Ide itu ada di mana aja, kapan aja. Membayangkan kalian yang sedang membaca tulisan ini, lalu kalian mulai mencoba menulis dan tanpa kita semua ketahui tulisan itu menjadi lisan pertama yang bahkan bisa membuat setiap orang lain yang membaca menangis, saking menyentuhnya, itu pun ide.

See? Ide ada di mana-mana. Temukan dan tangkap mereka.
Ide sesimpel apapun yang kita bayangkan, akan menjadi luar biasa dengan kemasan yang  luar biasa juga. Karakter yang kuat, alur cerita yang bisa diterima.

Nah, kalau untuk masalah mengolahnya menjadi cerita, yang harus kalian lakukan memang tak lain dan tak bukan baca buku buat memperkaya wawasan dan diksi kalian, serta banyakin nulis. Semakin terbiasa nulis, tulisan akan dengan sendirinya enak terbaca.

Begitu ya kawan-kawan tersayang. ^^

Semoga apa yang aku sampaikan bermanfaat dan bisa menjadi inspirasi kalian untuk terus menulis. Ingat, profesi sebagai penulis itu elit dan tidak biasa. Maka jadikanlah diri kalian luar biasa dengan tulisan yang luar biasa pula. Hihihi

Okay, :D
Selamat mencoba yaaa...
Selamat berSabtu malam yaaa

Love you all...

No comments:

Post a Comment