Ilustrasi : EF. Lazuardo
Cerpen
Rahmy Madina
Hujan telah megantarkan kemarahan Ayah
lantaran lelaki itu tahu, aku bermain di tanah lapang itu, lagi, lagi, dan
lagi. Aku tahu, seluruh orang di kota ini tahu, tanah tak bersalah itu telah
berubah keramat, dan tidak ada satu orang saja yang berani menjamah mereka
selaiknya tanah lapang biasa. Bukan entah kenapa, bukan tak tahu mengapa. Kami
semua sama-sama tahu, kaki tangan malaikat maut, secara sah—meski rapat
paripurna tidak pernah tergelar, menetap di sana. Belum ada yang berani
melawan, lantaran jelas alasannya, siapa pula orang yang siap menjemput ajal?