Saturday, April 29, 2017

Luka

Mencintai kamu seperti menggali remah-remah hatiku sendiri yang remuk tergilas prasangkamu.
Mencintai kamu seperti mengorek-korek luka bernanah dan menarik keluar bahagia yang tiada lagi bersih.

Friday, April 28, 2017

Kelas Menulis #1 - Tips Menulis Cerita (Membangun Rasa)


Hai! ^^
                Selamat Sore.
                Maaf yang udah sering banget dibikin kangen sama postingan blog-ku ini. Hehe
Lagi mikir, ini Kingdom mau aku isi apa. Dan akhirnya, semua akan sampai pada waktu yang telah dipersiapkan dengan sendirinya. Maka ini yang ingin aku bagikan ke kalian. Barangkali bagi kalian yang suka banget nulis, atau pingin punya profesi sebagai penulis, atau sekadar suka baca-baca tulisan, aku pingin membagikan apa yang aku punya. Mungkin aku nggak pinter-pinter amat, tapi karena banyak permintaan dari beberapa teman dan peserta kelas nulis yang makin banyak, dan nggak bisa aku dampingin setiap saat (maafkan aku yang sok sibuk ini T.T) akhirnya aku memutuskan. Barangkali lewat blog-ku ini kita bisa “bersapa” tanpa tatap muka.
Okay, untuk Kelas Menulis #1 ini, aku ingin membagi tips tentang membangun Feel. Banyak yang bilang, (ya nggak banyak-banyak banget juga sih sebenernya, haha) kalau tulisanku itu bisa membuat pembaca melting. Artinya, aku sebagai si penulis cerita itu bisa mengomunikasikan rasa yang aku tanggung, dan menyalurkannya kepada pembaca. Seringkali di beberapa kesempatan bertatap muka, banyak yang bertanya “KOK BISA?”.
BISA! Serius. Bukan hanya aku, tapi kalian pun bisa. Bagaimana?
Begini.
Sebelum kita menulis, kita harus punya gambaran apa yang mau kita tulis. Baik itu lokasi, waktu, suasa, sampai yang paling penting, tokoh kita. Sebagai pencipta tokoh, kita dituntut untuk mengenal tokoh kita betul-betul. Mulai dari mata dia, warna rambut, jenis kulit, cara berjalan, cara bicara, logat, dll (ini akan kita kupas bareng-bareng di pertemuan selanjutnya).
                Kali ini, aku akan membagi tentang feel dalam setting atau tempat.
                Untuk bisa mengomunikasikan tempat yang akan kita tulis kepada pembaca, kita harus tahu betul lokasi itu seakan-akan kita pun berada di sana. Misal, pantai dan laut.
                Nah, bayangkan diri kita sedang berdiri menantang ombak tanpa alas kaki. Menikmati sengat matahari yang terik atau redup sesuai dengan waktu yang kalian inginkan untuk gambarkan. Rasakan betul laut itu. Pantai itu. Anginnya, suara riuhnya, mungkin ada suara kepak layar kapal lewat, atau riuh ombak yang terbelah, yang menghantam karang, kicau burung, pohon kelapa di beberapa spot tertentu, ada kepiting, kerang, batu-batuan. Bayangkan pantai  yang seperti apa. Biru kak? Cokelat? Bening? Pasirnya pun bayangkan. Ketika kita berada di pantai pasir putih, sudah pasti air lebih jernih ketimbang pantai pasir hitam. Nah kenali betul, bagaimana lengketnya kulit kita karena unsur garam yang seberapa tinggi. Juga kenali lukisan maha karya berupa langit yang serupa kanvas. Bayangkan segala macam komponen yang ada di sana, yang membuat kita betah berlama-lama, membuat kita melankolis. Bayangkan, rasakan, tuliskan.
                Sebagai contoh, aku akan membubuhkan satu tulisan singkat soal laut lengkap dengan sedikit karakter tokoh. Coba dicermati dan dirasakan bersama.

---------------------

Laut itu kayak dokter jebolan universitas terbaik yang langsung dipimpin oleh Dia yang terindah. Dunia ini seimbang. Segala sesuatu sudah diukur dengan kapasitas paling pas. Aku sebagai satu dari ribuan mikro yang ada di dunia ini, cukup mengimani apa yang tergelar sebagai bentuk yakin pada yang tak terlihat.

Maka di sini lah aku, berdiri seorang diri dengan kaki telanjang. Sengaja betul merasakan sapuan buih dan lengket pasir yang tertinggal pada sela-sela jari kakiku. Bukan berarti aku laki-laki menye atau kalah tempur. Jelas tidak! Justru tujuanku ke mari adalah untuk mengisi amunisi agar aku siap bertempur lagi, dan lagi!

Ya! Bagiku semua yang ada pada laut dan pantai adalah peluru senapan paling jitu. Di sini sayap Tuhan serasa dekat, mendekap erat. Angin, kicau burung, gesekan jlarak, debur ombak, bau asin dan amis yang tidak terlalu kental, awan yang seakan berarak-arak, senja yang ranum, juga waktu yang sengaja membuat segala kenangan membeku.

Aku suka berlama-lama memejamkan mata menantang senja. Aku suka cakrawala yang seakan benar-benar adalah batas antara hidup dan mati. Maka bersama segala macam kekuatan yang ada pada mereka, aku ingin pulang, menuntaskan segala cerca yang kucecap. Tak perlu kalian tahu apa masalahku. Aku hanya butuh di sini sebentar saja, sebelum benar-benar bisa selesaikan semua.

-----------------

                Nah dari contoh di atas, barangkali kita, aku dan kalian bisa sama-sama punya kesimpulan dan cara masing-masing untuk menciptakan sebuah rasa untuk cerita kita. Mau itu cerpen, novel, novelet, puisi, roman bahkan, feel itu butuh pakek banget ada, agar pembaca kita bisa memahami apa yang ingin kita sampaikan dan ikut merasakan apa yang kita rasakan ketika kita menggauli ide itu, yang entah berapa lama mengendap pada kita. Jadi, cerita kita hidup dan bisa membuat pembaca ikut mengimajinasikan apa yang kita tuliskan.
                Begitu ya kawan, berkenaan dengan cara mengolah rasa. Semoga bermanfaat betul postinganku kali ini. Selamat mencoba dan semangat berkarya! :D
Salam.


Thursday, April 27, 2017

Ular-ular Peliharaan Bapak

Cerpen Rahmy Madina (Suara Merdeka, 24 April 2016)


Ular-ular Peliharaan Bapak ilustrasi Hery Purnomo

Sudah berulangkali kami meminta Bapak berhenti. Memelihara ular bukan pilihan yang tepat. Apalagi dalam jumlah banyak. Dipelihara sejak baru menetas pun, ular tetap buas dan licin. Kalau ular-ular itu lepas dari kandang, Bapak dan kami sekeluarga pasti bingung. Seekor ular sajalepas bisa bikin geger orang sekampung, bahkan lebih.Ular itu bisa menyelinap masuk ke kamar, ke laci meja, ke lemari baju, bahkan ke brankas Bapak.