Hai! ^^
Selamat
Sore.
Maaf
yang udah sering banget dibikin kangen sama postingan blog-ku ini. Hehe
Lagi mikir, ini Kingdom mau aku
isi apa. Dan akhirnya, semua akan sampai pada waktu yang telah dipersiapkan
dengan sendirinya. Maka ini yang ingin
aku bagikan ke kalian. Barangkali bagi kalian yang suka banget nulis, atau
pingin punya profesi sebagai penulis, atau sekadar suka baca-baca tulisan, aku
pingin membagikan apa yang aku punya. Mungkin aku nggak pinter-pinter amat,
tapi karena banyak permintaan dari beberapa teman dan peserta kelas nulis yang
makin banyak, dan nggak bisa aku dampingin setiap saat (maafkan aku yang sok
sibuk ini T.T) akhirnya aku memutuskan. Barangkali lewat blog-ku ini kita bisa
“bersapa” tanpa tatap muka.
Okay, untuk Kelas Menulis #1 ini,
aku ingin membagi tips tentang membangun Feel. Banyak yang bilang, (ya nggak
banyak-banyak banget juga sih sebenernya, haha) kalau tulisanku itu bisa
membuat pembaca melting. Artinya, aku sebagai si penulis cerita itu bisa
mengomunikasikan rasa yang aku tanggung, dan menyalurkannya kepada pembaca.
Seringkali di beberapa kesempatan bertatap muka, banyak yang bertanya “KOK
BISA?”.
BISA! Serius. Bukan hanya aku,
tapi kalian pun bisa. Bagaimana?
Begini.
Sebelum kita menulis, kita harus
punya gambaran apa yang mau kita tulis. Baik itu lokasi, waktu, suasa, sampai
yang paling penting, tokoh kita. Sebagai pencipta tokoh, kita dituntut untuk
mengenal tokoh kita betul-betul. Mulai dari mata dia, warna rambut, jenis
kulit, cara berjalan, cara bicara, logat, dll (ini akan kita kupas
bareng-bareng di pertemuan selanjutnya).
Kali
ini, aku akan membagi tentang feel dalam setting atau tempat.
Untuk
bisa mengomunikasikan tempat yang akan kita tulis kepada pembaca, kita harus
tahu betul lokasi itu seakan-akan kita pun berada di sana. Misal, pantai dan
laut.
Nah,
bayangkan diri kita sedang berdiri menantang ombak tanpa alas kaki. Menikmati
sengat matahari yang terik atau redup sesuai dengan waktu yang kalian inginkan
untuk gambarkan. Rasakan betul laut itu. Pantai itu. Anginnya, suara riuhnya,
mungkin ada suara kepak layar kapal lewat, atau riuh ombak yang terbelah, yang
menghantam karang, kicau burung, pohon kelapa di beberapa spot tertentu, ada
kepiting, kerang, batu-batuan. Bayangkan pantai
yang seperti apa. Biru kak? Cokelat? Bening? Pasirnya pun bayangkan.
Ketika kita berada di pantai pasir putih, sudah pasti air lebih jernih
ketimbang pantai pasir hitam. Nah kenali betul, bagaimana lengketnya kulit kita
karena unsur garam yang seberapa tinggi. Juga kenali lukisan maha karya berupa
langit yang serupa kanvas. Bayangkan segala macam komponen yang ada di sana,
yang membuat kita betah berlama-lama, membuat kita melankolis. Bayangkan,
rasakan, tuliskan.
Sebagai
contoh, aku akan membubuhkan satu tulisan singkat soal laut lengkap dengan
sedikit karakter tokoh. Coba dicermati dan dirasakan bersama.
---------------------
Laut itu kayak dokter jebolan universitas terbaik yang
langsung dipimpin oleh Dia yang terindah. Dunia ini seimbang. Segala sesuatu
sudah diukur dengan kapasitas paling pas. Aku sebagai satu dari ribuan mikro
yang ada di dunia ini, cukup mengimani apa yang tergelar sebagai bentuk yakin
pada yang tak terlihat.
Maka di sini lah aku, berdiri seorang diri dengan kaki
telanjang. Sengaja betul merasakan sapuan buih dan lengket pasir yang
tertinggal pada sela-sela jari kakiku. Bukan berarti aku laki-laki menye atau
kalah tempur. Jelas tidak! Justru tujuanku ke mari adalah untuk mengisi amunisi
agar aku siap bertempur lagi, dan lagi!
Ya! Bagiku semua yang ada pada laut dan pantai adalah peluru
senapan paling jitu. Di sini sayap Tuhan serasa dekat, mendekap erat. Angin,
kicau burung, gesekan jlarak, debur ombak, bau asin dan amis yang tidak terlalu
kental, awan yang seakan berarak-arak, senja yang ranum, juga waktu yang
sengaja membuat segala kenangan membeku.
Aku suka berlama-lama memejamkan mata menantang senja. Aku
suka cakrawala yang seakan benar-benar adalah batas antara hidup dan mati. Maka
bersama segala macam kekuatan yang ada pada mereka, aku ingin pulang,
menuntaskan segala cerca yang kucecap. Tak perlu kalian tahu apa masalahku. Aku
hanya butuh di sini sebentar saja, sebelum benar-benar bisa selesaikan semua.
-----------------
Nah
dari contoh di atas, barangkali kita, aku dan kalian bisa sama-sama punya
kesimpulan dan cara masing-masing untuk menciptakan sebuah rasa untuk cerita
kita. Mau itu cerpen, novel, novelet, puisi, roman bahkan, feel itu butuh pakek
banget ada, agar pembaca kita bisa memahami apa yang ingin kita sampaikan dan
ikut merasakan apa yang kita rasakan ketika kita menggauli ide itu, yang entah
berapa lama mengendap pada kita. Jadi, cerita kita hidup dan bisa membuat
pembaca ikut mengimajinasikan apa yang kita tuliskan.
Begitu ya
kawan, berkenaan dengan cara mengolah rasa. Semoga bermanfaat betul postinganku
kali ini. Selamat mencoba dan semangat berkarya! :D
Salam.