Thursday, July 23, 2015

Berbeda

Selamat siang semua ^^
Selamat hari anak nasional.
Semoga kita semua menjadi anak yang terbaik untuk orang tua kita. Amin.
Karena ini adalah hari anak, aku sengaja menulis ini khusus untuk adekku sayang, M. Fikri Hidayat.
Yang kehadirannya di dalam keluarga kami seperti sinar paling terang. Bagaimana tidak, dia anak bungsu dan cowok sendiri. Kenapa akhirnya aku memberikan judul "Berbeda", karena Fikri memang berbeda dari kami anak bapak yang lain. Terlepas dari dia laki-laki sendiri loh ya ^^
Fikri, kami tak pernah mengharapkan hal-hal muluk darinya. Cukup dia menjadi pribadi sholeh saja cukup. Anak laki-laki yang benar diharapkan orang tua kami kehadirannya. Sampai-sampai namanya sudah disiapkan saat aku masih dikandungan ibu. Karena bapak mengira aku bakal jadi anak laki-laki pertamanya. Mungkin karena itu aku tidak feminim seperti harapan ibu. Haha maafkan anakmu ini, Bu. :D
Fikri itu anak yang paling manja dari kita berempat. Aku dan kedua saudariku bak dayang yang harus siap melayani dia. Pribadi yang kalem. Jauh lebih kalem dari kami bertiga yang harusnya menyandang sifat itu. Bahkan kami bertiga jauh dari kata kalem. Satu-satunya anak bapak yang paling baik dan menurut. Tidak pernah membuat masalah. Lurus hidupnya. Di sekolah pun ceritanya tentram-tentram saja.
Anak yang paling giat beribadah. Ada kebiasaan bapak sepulang dari masjid selalu bertanya kepada kami. "Siapa yang belum salat?" Dan sontak kami berdiri berebut mengambil air wudhu kecuali fikri karena dia hampir selalu menjawab "aku sudah". Bagaimana tidak? Panggilan Tuhan itu alarm buat dia pergi ke masjid juga. Sama seperti bapak. Tak pernah luput mengaji dan paling nurut sama orang tua. Kalau kata ibu sifat yang harunya dimiliki mbak mbak nya, justru dikuras Fikri. Nggak heran kalau fikri jadi kesayangan si ibu.
Ada satu hal yang paling membuat kami prihatin dengan fikri. Dia satu satunya orang di rumah ini yang tidak suka membaca dan betah seharian penuh main game. Selain bapak, mungkin aku orang yang paling menyebalkan buat dia karena cerewet menyuruh dia baca buku. Menyodorinya bacaan ini dan itu, memaksanya untuk membaca. Bahkan membuat target khusus buat adek ragilku itu.
Fikri lebih memilih main ketimbang baca buku. Ketika aku dan kedua saudariku sibuk berkecimung di bidang seni dan sastra, fikri justru asyik di pelajaran yang tidak kami sukai. Dia pandai di bidang eksak.
Ya, Fikri benar-benar berbeda. Mendadak saja aku berfikir. Anak-anak selalu tahu apa yang harus dia lakukan. Mereka sudah pintar dari sononya. Kita sebagai orang yang lebih tua tinggal memberikan kepercayaan kepada mereka bahwa mereka pintar. Bukan malah menakut-nakuti denan masa depan. Tuhan sudah menyiapkan masa depan mereka. Termasuk Fikri. Sealot apapun dia membaca buku, aku yakin Fikri tetap mampu menjadi apa yang dia inginkan. Bukan yang aku atau keluargaku inginkan. Fikri cukup pintar untuk menempuh jalannya sendiri.
Dia tetap putra sang fajar yang rindu mengepakkan sayapnya sendiri. Kami tidak bisa memaksanya menjadi "kami". Dia punya jiwa raganya sendiri. :)
Selamat hari anak nasional ya adikku sayang.
Seperti apapun dan siapapun kamu, tak merubah kadar cinta kami kepadamu.
Kamu memang tidak suka membaca buku, tapi mungkin kamu jauh lebih peka membaca keadaan. Membuatmu jauh lebih peka daripada kami. Jangan pernah berhenti membaca ya, Dek. Baca apa saja. :)
Perbedaan yang menonjol sekalipun pasti terdapat keindahan tersendiri. Bahkan bisa jauh lebih indah dari yang lain, bila kita menerimanya dengan cara yang benar.
Dan perbedaanmu, tetap menjadi hal yang indah.
Love you cause Allah, Fikri ^^ :*

No comments:

Post a Comment