Sunday, September 14, 2014

Kita'Tak Pernah Sendiri

Hai kawan :D
Berjumpa lagi dengan saya yang sok asik banget padahal biasa aja ^^
Sampai detik ini pun aku masih belum tahu seberapa banyak orang yang mau sekadar mampir untuk melirik blog amatiranku ini. Karena nggak menutup kemungkinan angka jumlah pengunjung yang kian bergulir setiap hari itu karena aku sendiri yang menambahnya.
Hahaha. Tapi aku akan tetap menulis seakan-akan yang membaca blog ini jauh lebih banyak dari mahasiswa satu angkatan. Dan berharap kalian semua selalu tergapai oleh sayap berkah Tuhan yang maha segalanya. Karena berkat rahmatnya aku masih bisa menulis, dan membagi apa yang bisa aku bagi untuk kalian. ^^
Sore yang terlampau indah agaknya. Meskipun aku merasa sedikit dehidrasi karena udaranya panas bukan main. Itu pun karena berkat rahmat Tuhan sehingga aku masih bisa merasakan panas, tentu saja. Anggap semuanya proses kehidupan indah yang wajib kita syukuri. Itu saja harusnya sudah cukup untuk membuat kita selalu ingat, bahwa diri kita pun berpemilik.
Evek apa ya aku jadi seagamis ini? :D
Tau deh, mungkin karena tema kali ini masih tetap agamis kali ya?
Kawan, kalian penah nonton film “Di Bawah Lindungan Ka’bah” ? (ini aku bukan ajang promosi loh ya). Jadi begini ceritanya. Beberapa tahun yang lalu, sebelum aku akhirnya memutuskan untuk berangkat kuliah dan meninggalkan kampung halamanku di Pekalongan, dengan alasan biar makin banyak pengalaman, aku pernah nonton film tersebut. Setelah sebelumnya baca novelnya yang nggak terlalu tipis. hehe..
Entah karena aku yang terlalu sok melankolis atau karena pemainnya Harjunot Ali, tapi untuk pertama kalinya aku nonton film  itu, aku nangis. Berasanya film Di Bawah Lindungan Ka’bah itu kayak film Romeo and Juliet versi islami. Tapi nangisnya bukan karena cinta-cintaannya. Tapi hubungan antara Hamid dan Emaknya yang menurutku sangat manis. Aku ingat ketika adegan Hamid diusir dari kampungnya, si Emak berpesan :
“Apapun yang akan terjadi Hamid, ingatlah! Bahwa ketika kau tak punya siapa-siapa selain Allah, Allah itu lebih dari cukup.”
Juga adegan ketika Emaknya Hamid meninggal. Part itu menjadi part yang paling mengharukan untukku. Ditambah actingnya Harjunot yang keren. Jadi buat keadaan makin mengharu biru. Kalau tidak salah ingat, sebelum si Emak wafat, dia sempat menguatkan Hamid dengan berkata:
“Ingat Mid, kamu tidak pernah sendiri.”
Dua kalimat itu sontak membuatku luluh lantak dan lantas ingin benar-benar bertaubat. 
Dan kemarin sore, aku seperti diingatkan kembali oleh perasaan yang sama, ketika aku pertama kali menonton film itu. Mendadak aku merasa aku cukup kesepian di kos, karena aku hanya berdua dengan teman seperjuanganku, Erna. Tiba-tiba saja aku merasa merindukan rumah. Lama tidak mendengar suara Ibu, Bapak, dan kedua adikku. Dibuat rindu berlebih dalam sekejap saja. Kalau ada lagu yang bisa mewakili perasaanku sore itu adalah lagu Home milik Westlife. Tapi urung kudengarkan karena aku sedang tidak ingin melankolis. Kuambil HP ku cukup untuk membuka kotak pesan dan mengirim pesan singkat ke Bapak.
Percakapan kami singkat, sangat singkat. Hanya beberapa kali saling membalas. Tapi aku merasa sore ini menjadi indah karena pesan singkat itu.Bapak selalu bisa membuatku merasa selalu berada di dekatnya, sejauh apapun jarak yang memisahkan kami. Juga lewat perantaranya, aku merasa tak berjarak dengan Ibu yang rasa kasihku padanya tak pernah sanggup lagi kuutarakan lewat kata-kata. Tak ada satu katapun yang cukup untuk menggambarkan rasa kasihku kepada Ibu dan Bapak. Rasaku tidak segamblang itu. Dan aku cukup yakin, mereka bisa merasakannya. Karena kasih mereka pun sampai tepat di hatiku. Aku yakin kalian juga memiliki perasaan yang sama :')
Awalnya aku hanya basa-basi bertanya “Bapak sedang apa?” Dan beliau menjawab satu atau dua jam setelah itu karena ternyata Bapak baru pulang dari masjid.
Kukatakan padanya, kalau sore ini aku merasa kesepian dan secara tidak langsung aku menyampaikan bahwa aku rindu rumah. Untuk yang satu ini, bapak tidak membutuhkan waktu dua jam untuk membalas. Bahkan aku tidak sampai benar-benar menunggu. Begini jawaban beliau :
“Ada, Allah di dekatmu, nduk. Jika hatimu sepi, berdzikirlah menyebut nama Allah. Maka akan tentram hatimu.”
Seketika saja aku kelu. Bapak benar. Aku lupa bahwa aku tidak pernah sendiri. Lupa kalau aku pernah berusaha untuk tetap mengingat hal itu. Lewat Allah, aku merasa selalu dekat dengan Bapak, Ibu, keluargaku. Allah lebih dari cukup. Iya kan kawan? :’)
Aku tidak tahu apa kalian terharu membaca tulisanku ini, tapi aku butuh tisu. ^^”
Mendadak saja sepi itu surut digantikan oleh ketenangan yang mampir begitu saja, dan singgah tidak untuk sementara. Indah bukan main.
Begitu kawan yang ingin aku bagikan. Aku rasa cukup sekian ceritaku kali ini. Karena kalau saja aku menulis ini pakai pulpen, aku jamin tulisannya sudah berantakan ketetesan air mata. :D
Tetap berharap semoga kalian bisa mengambil manfaat dari apa yang aku bagikan. Semoga hari kita menyenangkan kawan.
Ingat, kita tidak pernah sendiri. Allah lebih dari cukup ;)

No comments:

Post a Comment