Pagi tadi, entah kapan tepatnya, di otakku mendadak terbesit ucapan adekku yang paling kecil beberapa waktu silam. Ceritanya saat itu aku menyuruh si adek untuk buang sampah. Nah di belakang kalimat perintahku, sengaja aku tambahi embel-embel kalimat : "biar dapet pahala."
Si adek lantas menatapku dengan kening berkerut. Sambil merasa tidak srek dengan ucapanku, dia menjawab, "Nggak boleh ngarepin pahala. Harus ikhlas, semata-mata karena Allah."
Mak jleb emang, tapi aku nggak pernah memikirnya sampai sedetail pagi ini. Ternyata ucapan bocah itu berteori. Itu yang bikin aku heran.
Kalimat kedua yang terngiang adalah kalimat si bapak. Doi pernah dengan nada penuh kesabaran menasehatiku, "Kalau sampai saat ini kamu masih pemarah, tidak bisa ikhlas dan mudah, menyimpan dendam, yakin lah, masih ada yang salah sama salat-mu, nduk."
oke, berarti ini perkara ikhlas lagi.
Sometimes aku berfikir, selama 19 tahun ini aku bernafas, aku belum benar-benar memahami makna kata ikhlas. Dan aku benar-benar merasa sangat merugi.
Karena itu, pagi ini, aku sengaja menyempatkan waktu di tengah jadwal kuliahku yang absurd, untuk mendiskusikan ini dengan Binus.
Dan sejauh penalaran kami kesimpulan kami adalah sama. Yaitu bahwa selama ini, disetiap denyut nadiku, disetiap langkah kakiku, disetiap tarikan nafasku, dan semuanya, Surga adalah satu-satunya tempat yang aku inginkan, agar aku bisa hidup bahagia nantinya, di kehupan keduaku.
Karena itu yang tumbuh bukan rasa ikhlas, melainkan nafsu untuk lekas sampai. Dan sebagian nafsu itu tumbuh dari pemikiran yang kurang baik atau kurang tepat.
So, pagi ini aku ingin membagikan argumen baru ini kepada siapapun yang berkenan membaca blog amatiranku ini. Bahwa akhirnya aku kembali mereview ulang pemikiranku secepat yang aku bisa.
Kehidupan kita ini kelak akan dipertanggung jawabkan. Ya, aku tahu itu, walau aku lebih tahu kalau aku bukan termasuk orang yang benar-benar agamis,pengetahuanku pas-pasan. Karena itu aku tidak penah benar-benar memikirkannya.
Salat, ngaji, dan semua tindakan baik yang kita lakukan, hendaknya memang dilakukan dengan ikhlas. Adekku jauh lebih mengerti dari pada aku. Tapi jelas, tujuan akhir dari semua itu adalah surga. Aku pun sependapat, kalau mengenai hal itu.
Tapi... aku merubahnya dari kata "keinginan" menjadi "tujuan".
Yups, sekarang Surga itu menjadi tujuan kehidupanku. Bahwa untuk mencapainya, kita harus menjalankan semua perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Hingga pada akhirnya, kalau kita dapatkan surga, berarti kita berhasil menjalankan semuanya dengan baik.
Hidup sekarang berasa teka-teki sebuah permainan yang kita tidak tahu bagaimana endingnya.
Yang aku tahu, dalam sebuah permainan, bila kita ingin menang, kita harus melakukan semuanya dengan baik dan sungguh-sungguh.
Begitulah hidup yang sebenarnya. Bukan karena kita mengejar surga atau karena iming-iming surga, melainkan karena kita ingin menang dengan cara yang baik.
Mendapatkan surga berarti kita berhasil melewati semua yang dihendaki Allah dengan baik. Dan itu artinya, kitapun berhasil bersikap ikhlas.
So, Surga sekarang menjadi tujuanku. Dimana aku bisa mendapatkannya hanya bila aku mencintai Allah dengan segenap jiwa dan raga, juga menjalani apa yang Allah perintahkan, dengan ikhlas. Agar aku bisa mendedikasikan hidup dan kehidupanku untukNya, Lillahi Ta'alaa.. :)
Penjelasanku agak ruwet memang, tapi aku harap ini bisa bermanfaat untuk semua. Karena detik ini, ketika aku hampir selesai mengetik tulisanku, aku pun berjanji, akan menjelaskan semua ini kepada Adek ku tercinta. M. Fikri Hidayat, yang hari ini tengah merasakan pertambahan usianya.
I Love You My Beloved Brother. :*
Semoga kamu tetap menjadi makhluk yang bermanfaat bagi semua.
Semangat melanjutkan kegiatan semua .. ^^
hidup rahmyyyyyyy!!!!
ReplyDeletehahahahaha :D
ReplyDelete